Wednesday, August 6, 2014

cara isis wahabi salafi merekrut anggota dan menyebarkan propaganda

Cara ISIS Wahabi Salafi  Merekrut Anggota dan Menyebarkan Propaganda


Beberapa tahun belakangan, kelompok-kelompok militan Islam juga telah menggunakan Twitter, Facebook, YouTube dan laman sejenis lainnya untuk berpropaganda. Namun kebanyakan mereka menggunakan media sosial hanya sebagai alat komunikasi sekunder. Bagi ISIS, sosial media merupakan alat komunikasi utama karena Twitter mampu menyebarkan informasi secepat kilat dan memungkinkan para pendukungnya untuk ambil bagian dalam proses peperangan.

The Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) menggunakan sosial media sebagai perpanjangan tangannya. Tidak hanya untuk membuktikan eksistensi tapi juga untuk menyebar propaganda, merekrut tentara kagetan, serta memberitahukan pencapaian mereka dalam perang di wilayah itu.

Laporan Anti-Defamation League (ADL) menyatakan bahwa aksi sosial media ISIS telah berhasil merekrut sekitar 12.000 hingga 15.000 pejuang asing di mana 3.000 orang di antaranya adalah berasal dari negara barat, termasuk 100 orang berasal dari Amerika.

Aktifnya pergerakan mereka di sosial media tidak hanya berhasil menarik calon tentara. Studi yang dilakukan The Kings College, Amerika, menemukan jika setidaknya ada 86 akun Facebook terkait ISIS. Dari puluhan akun Facebook itu mampu menghasilkan data yang terkoneksi dengan 2.235 halaman unik. Belum lagi di ranah Twitter. Dari 35 akun Twitter yang terkait dengan ISIS mampu memproduksi sekitar 18.223 pengguna unik setiap harinya.

ISIS menggunakan beberapa akun untuk menyebar informasi di Twitter. Beberapa di antaranya adalah Al-Hayat media, Al-Medrar, Platform Media, dan Al-Battar Media.  ADL memprediksi jika terdapat beberapa kelompok regional yang me-manage akun Twitter ISIS dengan cara memposting berita, gambar, dan video aktivitas mereka. Meski beberapa akun pernah dihapus oleh Twitter namun kemudahan pembuatan akun di media sosial 140 karakter itu membuat akun Twitter ISIS mudah untuk bangkit.

Selain Facebook, Twitter dan Youtube, ISIS juga menggunakan akun media sosial lain seperti Instagram dan layanan tanya jawab Ask.FM. ISIS juga ditengarai mencoba jejaring sosial media alternatif lain seperti Friendrica, Quitter dan Diaspora namun sayangnya tidak begitu sukses karena masih kecilnya basis pengguna jejaring sosial tersebut.

ISIS Sukses di Media Sosial

Sebuah laman bertajuk Al Arabiya News memprediksi beberapa hal yang mempengaruhi kesuksesan ISIS di dunia maya. Salah satu tekniknya adalah dengan menggunakan aplikasi mirip Twitter bernama Fajr al-Bashaer. Aplikasi tersebut telah dikenali Twitter sebagai ‘berbahaya'.  Pasalnya, setelah digunakan, aplikasi itu akan meminta data dan informasi personal pengguna.

Dari aplikasi inilah ISIS mengirimkan berita dan update peristiwa perang di Suriah dan Irak. Diperkirakan, ratusan bahkan ribuan orang telah mendaftar untuk menggunakan aplikasi ini di dalam smartphone mereka dan menjadi buzzer ISIS. Meski telah diluncurkan sejak April lalu, buzzer aktifnya semakin banyak belakangan ini.

Selain menguasai media sosial, ISIS juga menggunakan multimedia sebagai alat propaganda. Terdeteksi ada majalah online milik ISIS yang bernama The Islamic State Report. Di majalah digital setelah 10 halaman itu, ISIS menerangkan berbagai kegiatan dan kesenangan menjadi tentara.

Al Hayat Media Center juga merupakan media propaganda ISIS. Mereka mampu membuat video dengan kualitas tampilan high definition. Untuk melakukan propaganda, ISIS sangat bergantung pada teknik multimedia yang mumpuni.

Dalam propagandanya, target penting ISIS adalah anak-anak muda muslim di wilayah negara bagian Barat. Tidak heran jika kebanyakan media yang mereka buat ditulis dalam bahasa Inggris. Terjemahan ini kebanyakan dipublikasikan oleh media tangan kanan ISIS seperti  Al Furqan media, Fursan Al-Balagh media, Asawirti media, dan Al-Guraba media yang disinyalir berbasis di Jerman.

Tidak lupa Al Hayat Media Center. Media satu ini pernah menyediakan terjemahan pidato juru bicara ISIS bernama Abu Muhammad al-Adnani al-Shami ke dalam bahasa Inggris, Turki, Belanda, Prancis, Jerman, Indonesia dan Rusia.

JM Berger, editor dari Intelwire.com menulis artikel bertajuk "Jihad Joe: Warga Amerika yang Pergi Perang dalam Nama Islam". Dia menulis jika media sosial bertanggung jawab terhadap menyebarnya dukungan ISIS di dunia dan hal ini mempermalukan para ahli sosial media marketing di Amerika.

Vanda Felbab-Brown, pejabat senior di program kebijakan luar negeri Brooking Institute mengatakan jika pemerintah di banyak negara telah melakukan berbagai macam cara untuk memerangi teroris di ranah siber. Namun hal ini mirip dengan aksi kejar-kejaran tikus dan kucing, teroris maupun kriminal selalu memiliki cara untuk menghindar.

Perang ISIS di Indonesia

Mendengar penyebaran ideologi ISIS yang berhasil mempengaruhi beberapa komunitas Islam di Indonesia, Presiden SBY melalui Menkopolhukam langsung memerintahkan Menkominfo untuk memblokir video-video terkait ISIS yang ada di Youtube.

Namun cara tersebut dianggap tidak terlalu efektif. Pasalnya, yang diblokir hanyalah sebagian video. Dalam penelusuran Vivanews di pencarian Google, saat mencari dengan keyword ‘Youtube ISIS video' muncul sekitar 25 juta video dalam notifikasi Google Search. Hari ini, Menkominfo Tifatul Sembiring mengklaim baru menurunkan sekitar 7 video terkait ISIS.

Menurut ahli teknologi jaringan dari XP Solution, Nathan Gusti Ryan, pemblokiran konten atau video ini bisa dilakukan dengan 2 cara. Pertama adalah melaporkan konten atau video yang dinilai tidak pantas atau meresahkan masyarakat.

Langkah ini biasanya akan segera dilakukan oleh pihak pengelola Youtube jika ada yang melaporkan atas suatu video yang tidak pantas untuk ditonton (SARA, Sadis, dan lainnya) maupun video yang di-upload oleh pihak yang tidak berhak/tidak memiliki hak cipta atau hak siar atas suatu video.

"Kedua adalah melaporkan akun peng-upload video. Langkah ini sebetulnya lebih efektif untuk memblokir sejumlah video yang telah di-upload, dari pada melaporkan permintaan blokir per video," katanya.

Menurut Nathan, pemblokiran konten tidak bisa dilakukan oleh pemerintah secara langsung. Maka dari itu, seharusnya istilah yang tepat adalah filter konten, bukan blokir. Filter melalui nama, identifikasi khusus file video, dan sebagainya.

Sayangnya, bagi Nathan, filter ini tak bisa efektif secara maksimal apalagi mencapai 100 persen. Filtering biasanya dilakukan di sisi Router dan DNS Server (salah satunya melalui DNS Nawala).

"Selain itu, Pemerintah harus bekerja sama dengan ISP untuk menerapkan Perintah Pemblokiran konten ini," katanya.

Direktur Eksekutif Yayasan Nawala Nusantara, M. Yamin, menuturkan posisi Nawala dalam permasalahan ini adalah membantu Kominfo untuk secara beramai-ramai menurunkan konten video itu.

"(Kami) tidak terkait secara langsung, kami membantu Kominfo melapor ke pengelola Youtube," kata Yamin.

Cara yang digunakan oleh Kominfo dalam hal video terkait ISIS di Youtube, seperti dituturkan oleh Yamin, hanya dengan mengerahkan massa untuk melakukan pelaporan langsung ke Youtube. Tepatnya, dengan menekan tombol Flags. Tifatul dalam Twitter-nya juga menyebutkan setidaknya ada 20 flags yang telah disematkan untuk memberikan awareness kepada Youtube terhadap video ISIS yang dianggap melanggar.

Peredam ISIS yang Efektif

Nathan mengatakan jika pemblokiran ataupun filter tidak akan bisa berjalan mulus. Sama seperti kasus pemblokiran Konten Porno, tidak bisa 100 persen terblokir. Kurang lebih sekitar 70 persen saja yang bisa diblokir. Yang 30 persen masih lolos sensor. Pasalnya, menurut dia, penguna Internet masih bisa mengakses situs porno dengan memanfaatkan layanan VPN maupun Proxy di luar negeri.

"Itu di luar kendali Pemerintah di Indonesia. Pengguna Internet masih bisa memanfaatkan Web Tunnel sehingga websites yang dituju tidak kelihatan dan lolos blokir. Konten porno ataupun video tentang ISIS bisa dikamuflase dalam bentuk Websites lain. Bisa saja mereka menyebarkan video tersebut ke sejumlah negara-negara lain yang menyediakan layanan upload video," katanya.

Sama halnya dengan pemblokiran video dan konten porno. Selain melakukan filtering dan permintaan pemblokiran ke Youtube, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi atau kampanye, mendidik masyarakat akan penting tidaknya mengakses video dan konten tentang ISIS.

Jika memang pemerintah benar-benar serius melakukan pemblokiran dan filtering video ISIS, lanjut Nathan, sebaiknya pemerintah membentuk tim khusus dan terintegrasi dengan Nawala. Tim ini akan bertugas melakukan pemantauan video ISIS dan melakukan identifikasi video tersebut, selanjutnya melakukan koordinasi dengan semua pihak untuk pemblokiran link atas video tersebut.

"Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa video ISIS ini bukan cuma soal Youtube saja, tapi media sosial yang lain juga menyediakan layanan upload video dengan mudah serta sharing atau broadcast video tersebut bisa dilakukan dengan mudah. Contohnya Facebook, Twitter, media sosial lain," paparnya.

Pengamat sosial media, Riyogarta, menyatakan pemblokiran situs tidak terlalu efektif dalam maraknya teknologi digital saat ini. Cara yang efektif dan cepat, menurut dia, adalah dengan membuat pelaporan lewat metode flagging yang telah disediakan di Youtube. Sama halnya dengan yang hari ini telah dilakukan Kementerian Kominfo. Meskipun prosesnya memakan waktu.

"Mengenai blokir, apa pun bentuknya, tidak akan pernah efektif. Karena di internet itu, diblokir satu maka akan muncul yang lain. Situs alternatif akan terus bertambah. Pengguna internet juga akan mudah mencari situs alternatif (dari situs yang dinlokir) melalui mesin pencari seperti google misalnya. Ini yang juga terjadi pada situs porno atau judi," katanya.

Ditambahkannya, akan jauh lebih elektif jika dibuat situs tandingan yang positif.  Misalnya untuk urusan ISIS, lebih efektif pemerintah membuat atau memfasilitasi terciptanya situs tandingan yang berisi informasi apa dan bagaimana ISIS. Kenapa ISIS harus ditolak, alasan yang jelas, dan isi berita yang selalu update dengan perkembangan informasi terkini. (indonesianirib.ir/VIVAnews/RA)

Baca juga :
berita-berita tahun 2014


No comments: