Tuesday, March 20, 2012

bahaya menyikapi persoalan dengan simbol etnis

Bahaya, Menyikapi Persoalan dengan Simbol Etnis

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H. Slamet Effendy Yusuf mengingatkan agar semua pihak menghindarkan penggunaan identitas primordial dan komunal dalam menyikapi berbagai persoalan sosial yang diperselisihkan. Apa yang terjadi di Pontianak dan Palangkara, Kalimantan terkait penolakan kehadiran organisasi Front Pembela Islam (FPI), dengan pengerahan massa dengan simbol etnis adalah sangat berbahaya bagi integrasi bangsa.


“Boleh saja kalau ada yang membenci FPI setengah mati, tapi menggunakan kekuatan berlatarbelakang kekuatan etnis untuk menyalurkan kebencian dan penolakan itu adalah sebuah kesalahan besar,” tandas Ketua MUI Pusat ini di Jakarta, Senin (19/3).

Menurut Slamet apa yang terjadi di Pontianak dan Palangkaraya, sikap itu menunjukkan masih ada pihak yang belum menyadari kepekaan menggunakan kekuatan etnik untuk menyikapi persoalan perbedaan di tengah masyarakat. Penyikapan suatu masalah misalnya, pro dan kontra FPI dengan menggunakan simbol etnik dan suku tertentu termasuk senjata dan pita kepala yang identik dengan suku tertentu, itu sangat mudah memancing reaksi bagi etnik dan suku yang lain.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat besar dengan keberagaman, pluralisme, majemeuk. Keberagaman dan kemajemukannya pun sangat tumpang tindih. Ada suku tertentu sekaligus penganut agama tertentu, di situ terdapat sisi sensitifitas dari perbedaan yang sangat mudah disulut menjadi pemicu konflik horisontal.

Apalagi, masyarakat dewasa ini sangat rentan akibat dari kehidupan sehari-hari yang bersumber dari pertarungan politik, kesenjangan ekonomi, dan ketidakadilan hukum. Karena itu, Slamet menghargai kesigapan aparat kepolisian dan TNI yang bertindak cepat. “Kami juga mengapresiasi pemimpin agama dan tokoh etnik di Pontianak yang cepat berkoordinasi dan bermusyawarah, sehingga bisa menghindari konflik yang lebih parah lagi,” ujarnya.

Untuk itu secara khusus, Slamet meminta kalangan nahdliyyin (GP Ansor, PMII, IPNU, IPPNU, Pagar Nusa, Pesantren dll.), untuk terlibat aktif menjadi pendamai dan penengah dalam setiap peristiwa yang mengarah pada konflik sosial. “Jangan berpangku tangan. Tapi, dekati semua kelompok masyarakat dan ajak kembali kepada semangat persaudaraan sebagai sesama anak bangsa Indonesia,” pinta mantan Ketua Umum PP GP Ansor ini.

Penulis: Achmad Munif Arpas

sumber : nu.or.id (19 maret 2012

No comments: