Friday, September 12, 2014

waris sesuai ketentuan islam

Waris Sesuai Ketentuan Islam
Oleh: Nasaruddin Umar


SALAH satu bentuk pengalihan hak ialah waris, yang dalam fikih Islam lebih sering disebut dengan Fikih Waris (al-Mirats). Al-mirats bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miraatsan, yang berarti beralihnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kelompok kepada kelompok lain.

Menurut ulama fikih, waris (baca hukum waris) berarti peralihan hak kepemilikan dari orang yang meninggal (mayit) kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar'i.

Harta warisan dalam Hukum Islam meliputi segala sesuatu yang ditinggalkan si mayit, baik berupa harta, uang tunai, atau surat-surat berharga lainnya. Termasuk di dalamnya utang piutang, baik utang piutang itu berkaitan dengan pokok hartanya (seperti harta yang berstatus gadai), atau utang piutang yang berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mesti ditunaikan, seperti pembayaran kredit atau mahar yang belum diberikan kepada istrinya).

Proses pembagian warisan kepada para ahli waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengobatan, pemakaman, dan ta’ziyah, pelunasan utang, termasuk nazar yang belum dibayar, membayar wasiat, dan sangkut paut keperdataan lainnya.

Rukun atau unsur-unsur yang harus ada dalam hukum waris ialah:

1) Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.

2) Ahli waris, yakni mereka yang berhak untuk menerima harta peninggalan si mayit disebabkan adanya ikatan kekerabatan (nasab), ikatan pernikahan, atau hubingan lainnya sesuai syara’.

3) Harta warisan, yakni segala jenis harta benda atau hak proverti yang ditinggalkan si mayit, baik berupa uang, tanah, dan lain sebagainya sesuai dengan syara’.

Sedangkan syarat-syarat hukum waris meliputi: Si mayit harus dinyatakan secara pasti menurut hukum, adanya ahli waris yang masih hidup, diketahuinya posisi para ahli waris misalnya suami, isteri, kerabat, dan lain-lain, sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris.

Pembagian harta warisan dapat dilakukan sendiri oleh keluarga secara internal kemudian hasilnya dapat dilegalkan melalui pengadilan. Jika ada masalah, para pihak dapat meminta jasa kantor pengadilan agama untuk menyelesaikaan persoalan tersebut. Sebagai orang yang beragama Islam, seharusnya persoalan kewarisannya diserahkan kepada Peradilan Agama bukan ke Peradilan lain.

Namun perlu diketahui bahwa dalam hukum Islam ada hal-hal yang bisa menggugurkan kewarisan, yaitu budak, pembunuhan, yakni apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan, perbedaan agama.

Sedangkan sebab-sebab mendapatkan hak waris meliputi: Kerabat hakiki (karena ada ikatan nasab), pernikahan, al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Adapun ahli waris ditetapkan berdasarkan hukum kewarisan yang sudah jelas dan tegas di dalam Al-Qur’an dan hadis. [inilah.com]

Baca Juga
Artikel-Artikel Nasaruddin Umar

No comments: