Tuesday, September 30, 2014

abdullah ummi maktum - muazin buta yang rasul janjikan surga


Abdullah Ummi Maktum - Muazin Buta yang Rasul Janjikan Surga


Bilal bin Rabbah adalah muazin Rasulullah SAW. Ini sudah banyak ummat Islam yang tahu. Tapi, tahukah kita bahwa RasulullahSAW juga punya seorang muazin lain? Dia adalahAbdullah Ummi Maktum.

Nabi yang mulia membagi tugas Bilal dan Abdullah untuk azan di waktu yang berbeda. Bilal diperintahkan adzan pada waktu shalat tahajud. Sedangkan Abdullah bin Ummi Maktum saat datangnya waktu shalat subuh.

Hadits yang datang dari Ummul Mukminin, AisyahRA, menyatakan:

“Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu (sepertiga) malam. Karena itu, RasulullahSAWsallambersabda, makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. Karena dia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar shadiq (masuk waktu subuh).”

Abdullah telah buta kedua matanya sejak kecil. RasulullahSAW bertanya kepadanya, “Sejak kapan, engkau kehilangan penglihatan?” Ia menjawab, “Sejak kecil.” Maka Rasulullahbersabda, “AllahTabaraka wa Ta’alaberfirman, ‘Jika Aku mengambil penglihatan hambaKu, maka tidak ada balasan yang lebih pantas kecuali surga [inilah.com]

18/9

Friday, September 26, 2014

tawadlunya abu bakar shidiq


Tawadlunya Abu Bakar Shidiq

Umar bin Ishaq, dengan mengutip keterangan para ulama berkata,” Dulu, Abu Bakar As-Shidiq biasa memerahkan susu buat orang-orang kampung.” Ada seorang hamba sahaya berkata,”Kini setelah menjadi khalifah, maukah kiranya beliau memerahkan susu buat kita?”

Perkataan itu didengar Abu Bakar As Shidiq, maka beliau menjawab,” Masih. Aku insya Allah akan memerahkan susu buat kalian. Sebab aku berharap perubahan dalam hidupku—menjadi seorang khalifah, tak boleh mengubah akhlakku. Kini pun, aku mau memerah susu buat kalian.”

Setelah berkata, Abu Bakar memerahkan susu buat penduduk kampung dan para hamba sahayanya. Demikian kesederhanaan, sifat zuhud dan tawadlu Abu Bakar

17/9

Tuesday, September 23, 2014

khalid bin walid - pedang allah yang wafat di tempat tidur


Khalid Bin Walid (Sahabat Nabi Muhammad SAW)  - Pedang Allah yang Wafat di Tempat Tidur

Sahabat yang satu ini punya banyak julukan. Namun yang paling terkenal adalah sebutan pedang Allah. Gelar ini diperoleh langsung dari Rasulullah SAW setelah dia mengambil alih kepemimpinan pasukan Islam dalam perang Muktah. Sebelumnya, tiga panglima Islam dalam perang itu telah syahid.

Khalid banyak memimpin pasukan Islam dalam berbagai peperangan. Di bawah kepemimpinannya, pasukan Islam selalu meraih kemenangan. Bahkan, Khalid –saat masih kafir-- pula yang meghantam pasukan Islam pada waktu perang Uhud hingga kocar-kacir.

Salah satu ucapannya yang terkenal adalah, “Berkumpul dengan pasukanku di malam yang dingin dan mencekam, lebih aku sukai daripada bersama pengantin perempuan yang aku cintai di dalam kamar.”
Perjalanan jihadnya dari satu perang ke perang lain, membuat nyaris tidak ada bagian tubuhnya yang selamat dari luka-luka. Namun, ternyata dia tidak gugur di medan jihad.

Diriwayatkan dari Abu Az-Zinad, bahwa ketika ajal hendak menjemput Khalid bin Al Walid, dia menangis seraya berkata, “Aku telah mengikuti perang ini dan itu dengan gagah berani, hingga tidak ada sejengkal bagian pun di tubuhku kecuali ada bekas sabetan pedang atau tusukan anak panah, tetapi mengapa aku mati di atas kasurku tanpa bisa berbuat apa-apa, seperti halnya seekor keledai? Mata para pengecut tidak bisa terpejam’.” (edm)

17/9/14

isis bunuh massal 300 tentara irak di saqlawiyah


ISIS Bunuh Massal 300 Tentara Irak di Saqlawiyah dengan Senjata Kimia Terlarang


Salah seorang anggota Parlemen Irak menyebut pembunuhan massal terhadap 300 personil militer negara itu di wilayah Saqlawiyah oleh kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS sebagai “Speicher Kedua”.

 IRNA (22/9) mengutip situs berita Sumaria News melaporkan, Ali Al Budairi, salah satu anggota Parlemen dari Provinsi Diwaniyah, Senin (22/9) mengatakan, “Setelah mengepung lebih dari 400 personil militer Irak di wilayah Saqlawiyah, kelompok teroris ISIS untuk pertama kalinya menggunakan gas klorin dan sedikitnya 300 tentara Irak tewas akibat gas tersebut.”

Ia menambahkan, “Para pejebat pemerintah dan aparat keamanan termasuk Rashid Falih, Komandan Operasi Militer Provinsi Al Anbar, Barat Irak bertanggung jawab atas pembunuhan massal ini, pasalnya mereka tidak segera merespon permintaan untuk melakukan tindakan segera guna menyelamatkan nyawa para tentara dan pesawat-pesawat militer di wilayah ini.”

Al Budairi menyebut kejahatan ISIS di Saqlawiyah sebagai Speicher Kedua dan mengabarkan, 300 personil militer Irak tewas di wilayah Saqlawiyah.

Sejumlah laporan mengatakan, 12 Juni lalu, kelompok teroris ISIS menyerang pangkalan militer Speicher di Utara Irak dan mendudukinya. ISIS membunuh massal lebih dari 1.700 tentara Irak yang ditempatkan di pangkalan tersebut yang rata-rata berusia di bawah 22 tahun. Peristiwa ini dikenal dengan insiden Speicher. (IRIB Indonesia/HS)

Baca juga :
berita-berita tahun 2014

Friday, September 12, 2014

waris sesuai ketentuan islam

Waris Sesuai Ketentuan Islam
Oleh: Nasaruddin Umar


SALAH satu bentuk pengalihan hak ialah waris, yang dalam fikih Islam lebih sering disebut dengan Fikih Waris (al-Mirats). Al-mirats bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miraatsan, yang berarti beralihnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kelompok kepada kelompok lain.

Menurut ulama fikih, waris (baca hukum waris) berarti peralihan hak kepemilikan dari orang yang meninggal (mayit) kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar'i.

Harta warisan dalam Hukum Islam meliputi segala sesuatu yang ditinggalkan si mayit, baik berupa harta, uang tunai, atau surat-surat berharga lainnya. Termasuk di dalamnya utang piutang, baik utang piutang itu berkaitan dengan pokok hartanya (seperti harta yang berstatus gadai), atau utang piutang yang berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mesti ditunaikan, seperti pembayaran kredit atau mahar yang belum diberikan kepada istrinya).

Proses pembagian warisan kepada para ahli waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengobatan, pemakaman, dan ta’ziyah, pelunasan utang, termasuk nazar yang belum dibayar, membayar wasiat, dan sangkut paut keperdataan lainnya.

Rukun atau unsur-unsur yang harus ada dalam hukum waris ialah:

1) Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.

2) Ahli waris, yakni mereka yang berhak untuk menerima harta peninggalan si mayit disebabkan adanya ikatan kekerabatan (nasab), ikatan pernikahan, atau hubingan lainnya sesuai syara’.

3) Harta warisan, yakni segala jenis harta benda atau hak proverti yang ditinggalkan si mayit, baik berupa uang, tanah, dan lain sebagainya sesuai dengan syara’.

Sedangkan syarat-syarat hukum waris meliputi: Si mayit harus dinyatakan secara pasti menurut hukum, adanya ahli waris yang masih hidup, diketahuinya posisi para ahli waris misalnya suami, isteri, kerabat, dan lain-lain, sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris.

Pembagian harta warisan dapat dilakukan sendiri oleh keluarga secara internal kemudian hasilnya dapat dilegalkan melalui pengadilan. Jika ada masalah, para pihak dapat meminta jasa kantor pengadilan agama untuk menyelesaikaan persoalan tersebut. Sebagai orang yang beragama Islam, seharusnya persoalan kewarisannya diserahkan kepada Peradilan Agama bukan ke Peradilan lain.

Namun perlu diketahui bahwa dalam hukum Islam ada hal-hal yang bisa menggugurkan kewarisan, yaitu budak, pembunuhan, yakni apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan, perbedaan agama.

Sedangkan sebab-sebab mendapatkan hak waris meliputi: Kerabat hakiki (karena ada ikatan nasab), pernikahan, al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Adapun ahli waris ditetapkan berdasarkan hukum kewarisan yang sudah jelas dan tegas di dalam Al-Qur’an dan hadis. [inilah.com]

Baca Juga
Artikel-Artikel Nasaruddin Umar

Wednesday, September 10, 2014

infaq demi kemaslahatan

Infaq Demi Kemaslahatan
Oleh: Nasaruddin Umar

INFAQ dari bahasa Arab anfaqa berarti mengeluarkan atau mengalihkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu. Kemudian infaq secara popular berarti mengeluarkan secara sukarela sebagian harta atau kekayaan yang kita miliki untuk kemaslahatan umat sebagaimana dianjurkan dalam Islam.

Harta dan kekayaan yang tadinya miliki diserahkan sepenuhnya kepada orang atau pihak lain yang dianggap layak untuk menerima amanah itu. Dengan demikian, apapun yang kita korbankan untuk kemaslahatan orang lain dapat dikategorikan dengan infaq.

Bedanya dengan shadaqah, infaq umumnya lebih banyak bersifat materi atau uang, sedangkan shadaqah selain berupa materi juga bisa dalam bentuk non materi seperti sabda Rasulullah: "Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir shadaqah, setiap tahmid shadaqah, setiap amar ma'ruf shadaqah, nahi munkar shadaqah, dan menyalurkan syahwatnya kepada istri shadaqah". (HR. Muslim). Dengan demikian, shadaqah lebih luas dari pada infaq.

Bedanya dengan zakat, infaq tidak ditentukan nishab, haul, dan ashnaf-nya. Sedangkan zakat, selain wajib dan menjadi rukun Islam, juga ditentukan nishab, haul, dan ashnaf-nya. Namun sering juga diistilahkan zakat itu sebagai infaq wajib, yakni zakat, sedangkan infaq sunnat, segala bentuk bantuan sosial keagamaan selain zakat, seperti shaqah dan jariyah.

Termasuk infaq ialah memberikan dukungan keuangan terhadap kandidat pemimpin yang diyakini bisa mengangkat kemaslahatan umat dan martabat kemanusiaan, sejauh itu dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syari’ah dan tentunya peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Infaq dikeluarkan oleh siapapun yang memiliki kesadaran iman, baik orang kaya maupun orang yang berpenghasilan rendah, baik dalam suasana lapang maupun terbatas. (QS Ali ‘Imran/3:134). Infaq dapat diberikan kepada siapapun juga untuk tujuan kemaslahatan, termasuk dapat diberikan kepada kedua orang tua, anak-anak yatim, anak-anak asuh, dan dalam bentuk beasiswa (Q.S. al-Baqarah/2:215).

Infaq harus dengan obyek yang kebaikan dan kemashlahatannya jelas dan sesuai dengan syari’ah. Bukanlah infaq kalau diberikan kepada hal-hal yang negatif, seperti pembangunan rumah maksiat, perjudian, dan lain-lain yang biasa merusak moral dan martabat kemanusiaan.

Tidak termasuk infaq yang bertujuan untuk membalas dendam, misalnya seseorang memberi bantuan sukarela untuk membiayai seseorang, kelompok, atau institusi yang akan menjatuhkan lawan-lawannya, sekalipun orang atau lembaga itu beridentitas keislaman.

Keutamaan infaq tidak perlu diragukan lagi karena selain didukung oleh ayat juga dipertegas lagi dengan hadis Nabi antara lain: “Ada malaikat yang selalu berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT anugrahkanlah balasan orang-orang yang berinfak dan kehancuran bagi orang-orang yang menahan infak" (HR. Bukhari-Muslim). Jika kita tidak bias berinfaq jangan menahan orang lain untuk berifaq. [inilah.com]

Baca Juga
Artikel-Artikel Nasaruddin Umar

taziyah

Ta'ziyah
Oleh: Nasaruddin Umar


TA’ZIYAH salah satu amalan terpuji yang sekaligus memberikan dampak sosial ekonomi di dalam masyarakat. Selain untuk lebih mempererat hubungan persaudaan juga untuk memberi kesempatan kepada kaum fakir miskin untuk mengecap hidangan yang biasanya disuguhkan secara khusus oleh pihak keluarga mayit.

Perjumpaan secara emosional seperti halnya ta’ziyah biasanya lebih menyimpan kesan lebih mendalam. Antara satu sama lain bisa saling menolong mengingat peristiwa kematian itu akan dialami semua orang.

Ta’ziyah berasal dari akar kata ‘aza yang dapat diartikan sebagai suatu bentuk kesabaran dalam menghadapi musibah berupa ditinggalkan keluarga tercinta. Maksud ta’ziyah ialah mengunjungi rumah kediaman keluarga al-marhum/al-marhumah untuk menghibur hati keluarga almarhum sekaligus mendoakan secara berjamaah al-marhum/al-marhumah.

Hukum pelasanaan ta’ziyah menurut kesimpulan yang dihimpun oleh Ibn Qudamah ialah sunnat. Dasarnya ialah hadis Nabi Saw: “Man ‘azza mushaban ‘azza mushaban fa lahu ajrihi” (Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut). (H.R. Tirmidzi 2/268). Hadis lainnya ialah: “Abdullah bin ‘Amr bin al Ash menceritakan, bahwa pada suatu ketika Rasulullah Saw bertanya kepada Fathimah r.a: “Wahai, Fathimah! Apa yang membuatmu keluar rumah?” Fathimah menjawab, ”Aku berta’ziyah kepada keluarga yang ditinggal mati ini.” [H.R Abu Dawud).

Hikmah di balik ta’ziyah antara lain, di samping untuk menghibur dan meringankan beban musibah yang dialami keluarga si mayit dengan cara memberikan motivasi, menyabarkan, dan mendoakan agar keluarga yang ditinggal mendapatkan ketenangan dan hikmah di balik musibah yang menimpanya, ta’ziyah juga bisa memberikan dampak social yang amat penting. Anggota keluarga yang meninggalkan utang, anak-anak yang masih kecil yang masih membutuhkan biaya, dan kehidupan sehari-hari keluarga si mayit, seringkali mendapatkan solusi di dalam acara ta’ziyah. Ada sahabat yang membayarkan utang, ada yang memberi beasiswa anak-anaknya, ada yang menyumbang biaya hidup anggota simayit, dan ada yang memberikan pekerjaan bagi anggota keluarga si mayit.

Masa ta’ziyah biasanya tiga hari, meskipun ada yang melakukannya sampai tujuh hari ditambah hari ke 40. Dasar pelaksanaan ta’ziyah dihubungkan dengan hadis Nabi: “Tidaklah dihalalkan bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, untuk berkabung lebih dari tiga hari, terkecuali berkabung karena (ditinggal mati) suaminya, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam hadis tersebut di atas disinggung angka tiga sampai empat bulan sepuluh hari.

Sebagian ulama mazhab Syafi’iyah dan Hanabilah tidak membatasi waktunya sampai kapan saja, yang penting tidak melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan dasar syari’ah. Ada juga ulama berpendapat lebih pendek, yakni hanya setelah simayit dikuburkan.

Alasannya setelah mayit itu dikuburkan maka berarti masalahnya juga selesai, sedang ta’ziyah itu sendiri disyari’atkan untuk menghibur keluarga yang ditinggal pergi.

Di dalam masyarakat Indonesia, terkadang sampai hari ke 100 atau haul setahun kematian si mayit tetap diacarakan. Tradisi seperti ini merupakan tradisi positif karena mengingatkan orang lain akan kematian.

Penceramah ta’ziyah sering menjadikan tema ceramahnya dengan topik bekal menghadapi kematian. Di antara bekal kematian itu ialah amal sosial ekonomi. Orang-orang tergetar hatinya untuk bersedekah, berwakaf, membangun bangunan keagamaan seperti masjid dan pondok pesantren sebagai amal jariyah [inilah.com]

Baca Juga
Artikel-Artikel Nasaruddin Umar

Monday, September 8, 2014

wasiat versi islam


Wasiat Versi Islam
Oleh: Nasaruddin Umar




WASIAT (Arab: washiyat) menurut bahasa berarti menaruh kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Secara populer wasiat berarti pemberian atau pengalihan hak seseorang kepada orang lain, baik berupa barang, piutang, atau manfaat untuk dimiliki oleh orang atau lembaga yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat meninggal dunia.

Hukum wasiat dalam Islam tentu saja tidak sederhana karena harus ada kepastian hukum bahwa kematian si pemberi wasiat tidak ada kecurigaan sedikitpun bahwa pelaku pembunuhannya orang yang diberi wasiat. Jika ia tidak sabar untuk memiliki harta wasiat itu lalu membunuh sipemberi wasiat, maka seperti halnya hukum waris, maka haknya akan gugur.

Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah, mengutip pendapat Mazhab Hanafiah berpendapat bahwa wasiat pengalihan hak seseorang kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik berupa hak-hak kebendaan maupun hak-hak manfaat secara sukarela tanpa paksaan dan imbalan yang eksekusinya ditangguhkan sampai terjadi kematian bagi si pemberi wasiat. Dari kalangan Syafi'iah menambahkan bahwa pengalihan hak tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga dari keseluruhan harta si pemberi wasiat.

Ketegasan hukum wasiat ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”. (Q.S al-Baqarah/2:180).

Wasiat ini berlaku tentu saja setelah dibayarkan utang si pemberi wasiat (Q.S. al-Nisa’/4:11), dan tidak boleh lebih dari sepertiga dari keseluruhan jumlah harta yang dapat diwasiatkan, sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw dalam kasus Sa’ad ibn Abi Waqqash, dimana Rasulullah melarangnya untuk memberi wasiat lebih dari sepertiga. Itu semua demi kesejahteraan ahli waris yang akan ditinggal oleh Abi Waqqash.

Yang menarik komentar Rasulullah Saw dalam kasus ini ia mengatakan: “Sesungguhnya meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, menengadahkan tangan meminta-minta kepada orang lain. Apapun yang kamu nafkahkan karena menuntut ridha Allah Swt, engkau akan mendapat pahalanya, bahkan termasuk sesuap untuk istrimu”. (HR Muslim).

Wasiat bagian kekuatan ekonomi umat yang belum ditradisikan pelaksanaannya di dalam masyarakat kita. Kesadaran untuk berwasiat sebagian harta kekayaan sebagai jariyah atau dalam bentuk waqaf kepada yayasan atau instansi pengembangan umat perlu disosialisasikan.

Jika seluruh orang kaya muslim Indonesia mewasiatkan sebagian harta kekayaannya dalam bentuk uang atau materi seperti sebidang tanah untuk Islamic Center atau untuk pembangunan Pondok Pesantren dan semacamnya maka tentu hal ini akan sangat menguntungkan umat [inilah.com]

Baca Juga
Artikel-Artikel Nasaruddin Umar